Pemeriksa gizi menyebut bahwa setelah mengamati enam jenis sajian menu Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya satu yang memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi berdasarkan Permenkes nomor 28 tahun 2019.

Pemeriksa gizi menyebut bahwa setelah mengamati enam jenis sajian menu Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya satu yang memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi berdasarkan Permenkes nomor 28 tahun 2019.

Beleid itu mengatur angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia.

Untuk takaran isi piring anak berusia Sekolah Dasar misalnya harus terpenuhi antara 500-700 kalori dan terkandung unsur karbohidrat, protein nabati dan hewani, lemak, dan buah dalam sekali makan.

Sementara itu dari temuan BBC News Indonesia di beberapa daerah, sejumlah siswa mengeluhkan soal sayuran yang mereka makan terasa pahit dan agak kecut.

Ada pula yang kecewa karena tak dapat susu seperti yang dijanjikan.

Beberapa sekolah bahkan terlambat sampai dua jam menerima makanan bergizi gratis.

Pengamat kesehatan dari lembaga kajian Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (Cisdi), Diah Saminarsih, berkata persoalan-persoalan itu sangat krusial yang harusnya segera dievaluasi dan diperbaiki pemerintah sesegera mungkin.

Sebab jika terlambat, bahan makanan dan anggaran yang digelontorkan akan terbuang sia-sia.

Menanggapi hal itu, juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Prita Laura, menyebut makan bergizi gratis sudah sesuai yang diinginkan pemerintah kendati diakuinya masih banyak perbaikan.

Adapun terkait standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam makan bergizi gratis, klaimnya, juga sudah dipikirkan dengan melibatkan ahli gizi di tiap-tiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur.

Kendati demikian, dia meminta publik agar terus mendukung program ini.

“Program ini sangat kompleks, temuan-temuan di lapangan sangat baik untuk diperbaiki dalam bentuk SOP. Namun program ini jangan dibunuh, jangan dimatikan, mari improve sama-sama.”

Apa saja keluhan para siswa yang menerima makan bergizi gratis?

Program anyar Presiden Prabowo Subianto berupa Makan Bergizi Gratis (MBG) sudah diluncurkan sejak Senin (06/01) dan menyasar sekitar 600.000 anak sekolah di 26 provinsi di Indonesia.

Tapi menurut Adita Irawati selaku juru bicara Istana Kepresidenan, daerah penerima makan bergizi gratis ini khusus untuk wilayah perkotaan dan kabupaten yang sudah pernah menjalankan uji coba beberapa bulan terakhir.

Untuk mendukung proyek skala besar ini, pemerintah menyiapkan setidaknya 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang juga tersebar di puluhan provinsi tersebut.

Ratusan SPPG itu kemudian disulap menjadi dapur umum untuk memasak makanan bergizi gratis.

BBC News Indonesia memantau jalannya program makan bergizi gratis di sejumlah daerah. Berikut temuannya:

i Medan, Sumatra Utara, program ini mendapat beragam respons dari anak Sekolah Dasar (SD) di Kota Medan.

Satu di antaranya diungkapkan Adrian, murid kelas 6 SD Negeri 064965.

Bocah laki-laki ini mengaku senang adanya makan bergizi gratis. Sebab dia tidak perlu repot-repot lagi membawa bekal dari rumah. Selain itu, lauk yang disajikan juga baginya enak.

“Masakannya enak dan banyak,” ujar Andrian yang baru pertama kali merasakan adanya program seperti ini.

Pada hari kedua, Andrian dan teman-teman sekelasnya mendapatkan menu berupa nasi, ayam goreng tepung, sayur wortel, dan buah. Semuanya ini dikemas dengan piring saji persegi yang terbuat dari stainless steel.

Ratusan paket makanan tersebut diantar menggunakan kendaraan mobil dan langsung dibagikan kepada murid di ruang kelas.

Meskipun rata-rata anak-anak ini mengaku puas, tapi Andrian berharap lauk yang akan disajikan di hari berikutnya lebih beragam supaya tidak membosankan.

“Kalau bisa ganti-ganti, jadi anak-anak bisa makan lebih bergizi,” ucapnya.

Kepala Sekolah, Dahliana Panjaitan, mengeklaim pihaknya tidak menemukan masalah berarti selama dua hari menjalani program makan bergizi gratis. Kendati diakuinya beberapa murid belum terbiasa dengan menu yang disajikan.

Ia bercerita ada anak protes karena buah yang diberikan keras saat dikunyah.

“Kalau menu makanannya cukup bergizi,” imbuh Dahliana.

Di Palembang, Sumatra Selatan, pelajar di SD Negeri 25 kedatangan ratusan paket makan bergizi gratis. Satu per satu kotak makan dibagikan sekitar pukul 09:20 WIB atau saat jam istirahat pertama.

Siswa kelas 4, Muhammad Khalid Ibrahim, baru saja masuk sekolah setelah libur panjang.

Di hari pertama masuk, bocah sembilan tahun ini langsung disuguhkan makan bergizi gratis berupa nasi, steak ikan, tempe goreng, sayur bunci, dan buah pisang.

Hanya saja ia mengaku kurang suka dengan lauk ikan, karena rasanya aneh dan kurang enak saat disantap.

Selain itu Ibrahim juga tidak terlalu lapar, gara-garanya sebelum berangkat sekolah sudah sarapan.

Steak ikan rasanya tidak enak, aneh rasanya, lauknya juga sedikit. Kalau menu yang lain enak semua dan porsinya pas,” ujarnya.

Di hari kedua, dia dan teman-temannya mendapat menu baru: nasi, ayam, sayur, tahu, dan buah semangka. Untuk sajian kali ini, Ibrahim bilang suka sekali karena rasanya lebih enak.

Tapi dia sedikit kecewa lantaran tak dapat susu dan berharap lauknya tetap ayam goreng.

Seperti Ibrahim, kawannya Muhammad Uwais, siswa kelas 7 SMP Negeri 19, mengakui ada salah satu makanan yang baginya kurang enak.

“Di hari kedua ada kekurangannya, tahunya agak pahit dan nasinya sedikit. Selebihnya pas semua. Selama dua hari juga tidak ada susu, pengennnya nanti dapat susu dan lauknya ayam lagi,” ujarnya.

Berbeda dengan Khalid, menu makan siang yang didapat Uwais tepat di jam makan siang sekitar pukul 12.00 WIB, bertepatan di jam istirahat sekolah.

Di Semarang, Jawa Tengah, pelaksanaan makan bergizi gratis pada hari kedua di dua SMP Negeri sama-sama mengeluhkan soal tak adanya susu dalam menu seperti yang dijanjikan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran saat kampanye pilpres tahun lalu.

Namun demikian, para siswa mengaku senang adanya program ini, seperti yang diutarakan Adwitya Endraswari Gita Ranadhani, yang duduk di bangku kelas 12 SMA Negeri 4.

“Kalau dari saya pribadi jadi lebih hemat soalnya enggak perlu mengeluarkan uang untuk makan siang dan makan siangnya sangat enak… terus mengenyangkan,” tuturnya.

Soal porsi makanan, baginya juga pas. Meski dari cerita beberapa siswa putra ada yang merasa kurang banyak.

Pada hari kedua menu yang mereka terima di antaranya nasi, telur, tempe, dan sayuran ditambah buah pepaya.

Hanya saja, kata Kayla Clairina Belva Safitri, makan bergizi gratis ini tidak setiap hari dinikmati karena sistemnya dibuat bergilir.

Ia mencontohkan pada hari pertama, hanya kelas 10 dan 11 yang menyantap makanan gratis ini. Kemudian di hari kedua, hanya kelas 12.

Sistem bergilir tersebut dibenarkan oleh Iqbal dan Adit yang merupakan siswa kelas 11.

“Adanya makan gratis kami senang, kami dapat tiga kali dalam seminggu. Kemarin menunya tahu, ayam, sayur, nasi, dan buah semangka. Tapi enggak ada susunya,” kata Iqbal.

Di sekolah lain, SMP Negeri 12 Kota Semarang terjadi keterlambatan pengiriman.

Kepala Sekolah, Rini Rusmiasih, bilang pada hari pertama pihak penyedia mengirimkan ratusan paket makanan pukul 11:00 WIB.

Namun di hari kedua, terlambat hingga dua jam alias baru sampai kira-kira pukul 13:30 WIB.

“Hari kedua ini kami tidak tahu kendalanya apa sampai jam ini [11:00 WIB] belum juga datang.”

Terkait sajian menu, seorang siswa bernama Sabrina kelihatan kurang senang dengan makanan tahu dan sayurnya pun terlampau sedikit.

“Ia [tidak dimakan tahunya] karena enggak suka. Kalau keseluruhan ayamnya enak, sayurnya lumayan cuma terlalu sedikit, wortelnya ditambahkan harusnya,” pintanya. Tapi perihal susu, dia tak mempersoalkan.

Di Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa pelajar di SMA Negeri 10, Kecamatan Manggala, mengeluh soal makanan bergizi gratis yang mereka terima.

Faika Ramadani mengatakan pada hari pertama dan kedua, dia menerima menu makanan yang berbeda-beda.

Hari pertama isi menunya nasi, ayam goreng, sayur capcay, dan buah pisang.

Hari kedua, nasi, sepotong ikan bumbu sambal, sayur, dan potongan buah semangka.

Dari dua hari itu, dia lebih senang dengan menu makanan di hari pertama, sebab dia kurang begitu suka makan ikan.

“Masih perlu ada lagi yang ditingkatkan karena tidak semua teman-teman saya bisa makan ikan. Bukan karena enggak suka, tapi memang ada alergi,” ucapnya. “Termasuk saya juga ada alergi,” katanya menambahkan.

Selain masalah dengan ikan, Faika juga bilang sayur yang disajikan terasa pahit sehingga tak termakan.

Adapun buah pisang, sebutnya, juga banyak yang mubazir.

“Karena bentuk pisangnya sudah terbuka bagian atasnya, itu bikin cepat pembusukan. Jadi kalau bentukannya ada hitam-hitamnya pasti jarang ada yang mau makan toh.”

Pada akhirnya, kata Faika, pada hari kedua banyak murid-murid yang membawa pulang makanan mereka ke rumah.

Keluhan soal sayur juga disampaikan Muhammad Anugrah yang duduk di kelas 9 SMP Negeri 17. Pada hari pertama sayur yang disajikan bayam dengan tambahan wortel. Sedangkan hari kedua, tahu dicampur bayam.

“Saya tidak terlalu suka [sayurnya] karena agak pahit dan tahunya juga sudah kecut.”

Murid bernama Dian dari SMA Negeri 10 juga mengaku lebih suka menu di hari pertama lantaran kurang suka dengan menu ikan. Kendati begitu, ia terpaksa menghabiskan makanannya.

Terlepas dari hal itu, dia bilang makanan gratis ini menambah konsentrasinya belajar di sekolah.

“Saya kalau lapar tidak bisa konsentrasi. Tapi ada teman saya ada yang mengantuk kalau makan kebanyakan.”

Alifah Farah Dzakiyah yang merupakan teman sekelas Anugrah juga bilang bersyukur adanya makan gratis ini sebab bisa meringankan beban orang tuanya.

“Memang tidak dapat susu, tapi ada buah pisang sama semangka. Semoga [program ini] tetap dilanjutkan karena uang jajan juga berkurang, orang tua saya juga tidak susah memikirkan [jajan saya].”

Dari enam jenis sajian menu MBG, hanya satu yang sesuai standar

Seorang pemeriksa gizi, Muhammad Shidqi, mengamati beberapa jenis sajian menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diunggah warganet di media sosial X dan Facebook.

Dari enam jenis sajian menu yang diamatinya, hanya satu yang menurutnya telah memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi berdasarkan Permenkes nomor 28 tahun 2019.

Di beleid itu disebutkan takaran isi piring anak usia Sekolah Dasar harus terpenuhi antara 500-700 kalori dan terkandung unsur karbohidrat, protein nabati dan hewani, lemak, dan buah dalam sekali makan.

Salah satu sajian menu yang dianggapnya memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi ketika melihat makan bergizi gratis di salah satu sekolah di Lombok Tengah. Makanan itu terdiri dari nasi, telur dadar, sayur tahu tumis, dan susu coklat.

Perkiraan kasarnya, satu buah pisang memiliki 50 gram, setangkup nasi 200 gram, satu telur dadar 55 gram, dua sendok tahu tumis 30 gram, dan susu coklat 115 miligram.

Jika dijumlahkan, maka total ada 645 kalori, 17 gram protein.

Sedangkan sajian menu yang dianggap tidak memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi terlihat di beberapa daerah.

Isi makanannya tiga potong buah melon yang perkiraannya mencakup 30 gram, nasi 150 gram, potongan kecil fuyunghai 30 gram, dan sesendok sayur tumis tempe wortel serta kol 25 gram.

Kalau ditotalkan hanya terdapat 415 kalori, 9 gram protein.

Menurut Shidiq dari beberapa unggahan menu yang ada di media sosial cukup banyak yang terlihat “seadanya”. Ia mencontohkan lauk dan sayur yang terlampau sedikit dibandingkan nasi.

Padahal kalau memakai pedoman Kementerian Kesehatan soal Isi Piringku, sayur harus 2/3 dari total isi piring. Begitu pula dengan lauk pauk dan nasi.

“Nasi ini rata-rata terlalu banyak dibandingkan sayur yang sangat kurang atau sedikit sekali. Kalau bisa takarannya sama,” tutur Shidiq kepada BBC News Indonesia, Selasa (07/01).

“Karena anak-anak butuh serat dari sayur dan mereka sebaiknya diperkenalkan sayur sejak dini.”

“Saya jadi merasa prihatin kepada anak-anak yang diberikan makan bergizi gratis ini karena menunya sangat seadanya. Tapi saya juga tidak bisa menyalahkan ahli gizi dan juru masak yang sudah membuat, karena saya percaya mereka sudah melakukan yang terbaik dengan sumber daya yang terbatas,” sambungnya.

Shidiq juga bilang merujuk pada pedoman Isi Piringku, susu sebetulnya tidak wajib dan bisa digantikan dengan sumber protein lain seperti daging ayam yang lebih banyak.

Tetapi masalahnya, kata dia, rata-rata lauk ayam dalam menu makan bergizi gratis ini sangat sedikit.

Terkait buah-buahan juga tak lepas dari kritiknya. Ia bilang buah yang biasa disajikan untuk usia anak ada tiga: jeruk, pisang, dan melon.

“Yang saya bingung ada menu yang menyajikan salak… ya salak mungkin enak, tapi anak-anak biasanya kurang doyan dan susah dibuka.”

Pria yang pernah bekerja sebagai ahli gizi di sebuah rumah sakit ini juga mempertanyakan panduan menu makan bergizi gratis yang sepertinya kurang memperhatikan kesehatan anak.

Dalam beberapa kasus, ungkapnya, banyak ditemukan anak yang alergi pada telur dan ikan. Sehingga seringkali para ahli gizi merekomendasikan lauk berupa daging ayam dan sapi.

Hal lain yang baginya penting adalah lauk protein hewani dan nabati semestinya disajikan bersamaan, tapi dari beberapa sajian menu justru tidak lengkap.

“Kayak di Depok, foto menunya ada yang enggak ada protein hewaninya. Di menu lain malah ada yang protein hewaninya dobel. Jadi kayak belum terstandar sekali.”

“Ya mungkin karena masih hari pertama, masih bisa dimaklumi meskipun harusnya ada acuan,” tuturnya.

Shidiq pun menyadari harga per porsi untuk makan bergizi gratis ini memang terbilang kecil Rp10.000.

Namun, menurut dia, bahan makanan seharga itu masih bisa mencukupi standar gizi jika komposisinya diatur dengan baik dan harganya tidak dipotong untuk keperluan apa pun.

Apa evaluasi makan bergizi gratis?

Pengamat kesehatan dari lembaga kajian Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (Cisdi), Diah Saminarsih, berkata persoalan-persoalan yang disampaikan siswa dan pemeriksa gizi itu “sangat krusial” yang harus segera dievaluasi serta diperbaiki pemerintah sesegera mungkin.

Sebab jika terlambat, bahan makanan dan anggaran yang digelontorkan akan terbuang sia-sia.

“Iya itu masalah krusial, bagus ketahuan sekarang dan bisa diperbaiki,” ujar Diah kepada BBC News Indonesia.

Tapi lebih dari itu, dia mengaku sudah menduga akan banyak variasi masalah dari program makan bergizi gratis tersebut. Sebab hingga program ini diluncurkan pada Senin (06/01) pemerintah tak menjabarkan dengan terang benderang beberapa hal fundamental.

Semisal seperti apa proses penyediaan bahan baku makanan, bagaimana panduan proses memasak yang benar, pendistribusian makanan yang tepat, sampai sajian menunya.

Termasuk mengenai syarat mitra katering yang memenuhi standar, berapa banyak ahli gizi yang dilibatkan, hingga pihak yang mengawasi jalannya program.

Sebagai sebuah proyek nasional skala besar, menurutnya, pemerintah seharusnya membuat perencanaan yang matang terlebih dahulu. Sehingga kalau ada reaksi atau kritik dari penerima maupun publik, sudah ada antisipasinya.

Bukan seperti sekarang, terkesan tak siap dengan reaksi yang bermunculan.

“Sempat kan ada muncul kabar siswa dilarang memfoto menu dan mengunggah ke media sosial. Sekolah pun takut kalau makanannya tidak habis akan jadi penilaian.”

“Saya melihatnya ketika pemerintah merancang program seolah-olah reaksinya akan serupa dan seperti yang diharapkan. Tidak dipertimbangkan kalau merencanakan sebuah program, pasti akan ada banyak variasi [masalah].”

“Makanya kesiapan penting dan harus matang,” jelas Diah.

Kini dengan segudang masalah yang muncul, dia menyarankan pemerintah agar membentuk sebuah tim kerja yang tugasnya membuka kanal aduan.

Dari situ, para ahli di Badan Gizi Nasional bisa langsung mencari jalan keluarnya secepat mungkin.

“Jadi sekarang waktu-waktu krusial, tepatnya di satu bulan pertama.”

“Di saat ini juga perbaikan bisa dilakukan, sambil jalan saja. Mana sekolah-sekolah yang perlu diperbaiki menunya. Karena programnya sudah jalan, enggak mungkin dong distop dulu seminggu atau sebulan.”

“Apakah itu realistis? Iya cukup realistis karena dari 190 dapur, pilih saja mana yang bisa diperbaiki.”

Adapun mengenai pernyataan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi yang menyebut program ini masih menggunakan dana pribadi Presiden Prabowo, Diah menyebut hal itu semestinya tidak terjadi.

Sebab meskipun MBG adalah janji politik Prabowo sejak masa kampanye, akuntabilitasnya tetap harus jelas.

“Saya menduganya biasanya penganggaran negara itu butuh waktu, tapi karena makan bergizi gratis ini harus jalan cepat, jadi diputuskan pakai dana pribadi dulu.”

Diah Saminarsih juga tak mau terburu-buru menilai apakah program andalan Prabowo-Gibran ini bagus atau buruk.

Ia berharap ada improvisasi dari pemerintah di lapangan sehingga pelaksanaannya bisa lebih baik lagi.

“Semoga saja masukan dari para ahli didengar.”

Apa tanggapan pemerintah?

Juru bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Prita Laura, menyebut makan bergizi gratis sudah sesuai yang diinginkan pemerintah.

Soal beberapa persoalan seperti keterlambatan, kata dia, hal itu masih dalam prosedur mereka -di mana makan bergizi gratis memang diberikan dalam rentang makan pagi hingga makan siang.

“Jadi keterlambatan dalam MBG bukan harus jam sekian, jam sekian… tapi dalam kurun waktu makan pagi dan makan siang,” ujar Prita kepada BBC News Indonesia, Rabu (08/01).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *